assalamu'alaikum

Selamat datang di gubug saya yg sangat sederhana ini....


Yah walaupun sederhana, mudah-mudahan ada manfaatnya bagi kita semua.... Amiin


Monggo dibaca-baca dulu sapa tau da yg pas dihati. Gratis kok gak bayar.....


Rabu, 26 Oktober 2011

Halalkan Aku Ayah

Mereka, lelaki dan perempuan
yang begitu berkomitmen
dengan agamanya. Melalui
ta’aruf yang singkat dan
hikmat, mereka memutuskan
untuk melanjutkannya menuju
khitbah.
Sang lelaki, sendiri,
harus maju menghadapi lelaki
lain: ayah sang perempuan.


Dan ini, tantangan yang
sesungguhnya. Ia telah melewati
deru pertempuran semasa
aktivitasnya di kampus, tetapi
pertempuran yang sekarang
amatlah berbeda. Sang
perempuan, tentu saja siap
membantunya. Memuluskan
langkah mereka menggenapkan
agamanya.

Maka, di suatu pagi, di
sebuah rumah, di sebuah ruang
tamu, seorang lelaki muda
menghadapi seorang lelaki
setengah baya, untuk
‘merebut’ sang perempuan
muda, dari sisinya.

“Oh, jadi
engkau yang akan melamar
itu?” tanya sang setengah baya.
“Iya, Pak,” jawab sang muda.
“Engkau telah mengenalnya
dalam-dalam? ” tanya sang
setengah baya sambil menunjuk
si perempuan. “Ya Pak, sangat
mengenalnya, ” jawab sang
muda, mencoba meyakinkan.
“Lamaranmu kutolak. Berarti
engkau telah memacarinya
sebelumnya? Tidak bisa. Aku
tidak bisa mengijinkan
pernikahan yang diawali dengan
model seperti itu!” balas sang
setengah baya.

Si pemuda tergagap, “Enggak
kok pak, sebenarnya saya hanya
kenal sekedarnya saja, ketemu
saja baru sebulan lalu.”
“Lamaranmu kutolak. Itu serasa
‘membeli kucing dalam
karung’ kan, aku tak mau kau
akan gampang menceraikannya
karena kau tak mengenalnya.
Jangan-jangan kau nggak tahu
aku ini siapa?” balas sang
setengah baya, keras.

Ini situasi yang sulit. Sang
perempuan muda mencoba
membantu sang lelaki muda.
Bisiknya, “Ayah, dia dulu aktivis
lho.”
“Kamu dulu aktivis ya?” tanya
sang setengah baya. “Ya Pak,
saya dulu sering memimpin aksi
demonstrasi anti Orba di
Kampus,” jawab sang muda,
percaya diri.
“Lamaranmu kutolak. Nanti
kalau kamu lagi kecewa dan
marah sama istrimu, kamu bakal
mengerahkan rombongan
teman-temanmu untuk
mendemo rumahku ini kan?”

“Anu Pak, nggak kok. Wong
dulu demonya juga cuma kecil-
kecilan. Banyak yang nggak
datang kalau saya suruh
berangkat.”
“Lamaranmu kutolak. Lha wong
kamu ngatur temanmu saja
nggak bisa, kok mau ngatur
keluargamu?”

Sang perempuan membisik lagi,
membantu, “Ayah, dia pinter
lho.” “Kamu lulusan mana?”
“Saya lulusan Teknik Elektro
UGM Pak. UGM itu salah satu
kampus terbaik di Indonesia lho
Pak.”
“Lamaranmu kutolak. Kamu
sedang menghina saya yang
cuma lulusan STM ini tho?
Menganggap saya bodoh kan?”

“Enggak kok Pak. Wong saya
juga nggak pinter-pinter amat
Pak. Lulusnya saja tujuh tahun,
IPnya juga cuma dua koma
Pak.”
“Lha lamaranmu ya kutolak.
Kamu saja bego gitu gimana bisa
mendidik anak-anakmu kelak?”

Bisikan itu datang lagi, “Ayah
dia sudah bekerja lho.” “Jadi
kamu sudah bekerja?” “Iya
Pak. Saya bekerja sebagai
marketing. Keliling Jawa dan
Sumatera jualan produk saya
Pak.” “Lamaranmu kutolak.
Kalau kamu keliling dan jalan-
jalan begitu, kamu nggak bakal
sempat memperhatikan
keluargamu.”

“Anu kok Pak. Kelilingnya
jarang-jarang. Wong produknya
saja nggak terlalu laku.”
“Lamaranmu tetap kutolak. Lha
kamu mau kasih makan apa
keluargamu, kalau kerja saja
nggak becus begitu?”

Bisikan kembali, “Ayah, yang
penting kan ia bisa membayar
maharnya.” “Rencananya
maharmu apa?”
“Seperangkat alat shalat Pak.”
“Lamaranmu kutolak. Kami
sudah punya banyak. Maaf.”
“Tapi saya siapkan juga emas
satu kilogram dan uang
limapuluh juta Pak.”
“Lamaranmu kutolak. Kau pikir
aku itu matre, dan menukar
anakku dengan uang dan emas
begitu? Maaf anak muda, itu
bukan caraku.”
Bisikan, “Dia jago IT lho Pak”
“Kamu bisa apa itu, internet?”
“Oh iya Pak. Saya rutin pakai
internet, hampir setiap hari lho
Pak saya nge-net.”
“Lamaranmu kutolak. Nanti
kamu cuma nge-net thok.
Menghabiskan anggaran untuk
internet dan nggak ngurus anak
istrimu di dunia nyata.”
“Tapi saya ngenet cuma ngecek
imel saja kok Pak.”
“Lamaranmu kutolak. Jadi kamu
nggak ngerti Facebook, Blog,
Twitter, Youtube? Aku nggak
mau punya mantu gaptek gitu.”
Bisikan, “Tapi Ayah…”
“Kamu kesini tadi naik apa?”
“Mobil Pak.”
“Lamaranmu kutolak. Kamu
mau pamer tho kalau kamu kaya.
Itu namanya Riya’. Nanti
hidupmu juga bakal boros. Harga
BBM kan makin naik.”
“Anu saya cuma mbonceng
mobilnya teman kok Pak. Saya
nggak bisa nyetir”
“Lamaranmu kutolak. Lha nanti
kamu minta diboncengin istrimu
juga? Ini namanya payah.
Memangnya anakku supir?”
Bisikan, “Ayahh..”
“Kamu merasa ganteng ya?”
“Nggak Pak. Biasa saja kok”
“Lamaranmu kutolak. Mbok
kamu ngaca dulu sebelum
melamar anakku yang cantik
ini.” “Tapi pak, di kampung,
sebenarnya banyak pula yang
naksir kok Pak.”
“Lamaranmu kutolak. Kamu
berpotensi playboy. Nanti kamu
bakal selingkuh!”
Sang perempuan kini berkaca-
kaca, “Ayah, tak bisakah engkau
tanyakan soal agamanya, selain
tentang harta dan fisiknya?”
Sang setengah baya menatap
wajah sang anak, dan berganti
menatap sang muda yang sudah
menyerah pasrah.
“Nak, apa adakah yang engkau
hapal dari Al Qur’an dan
Hadits?”
Si pemuda telah putus asa, tak
lagi merasa punya sesuatu yang
berharga. Pun pada pokok soal
ini ia menyerah, jawabnya,
“Pak, dari tiga puluh juz saya
cuma hapal juz ke tiga puluh,
itupun yang pendek-pendek saja.
Hadits-pun cuma dari Arba’in
yang terpendek pula.”
Sang setengah baya tersenyum,
“Lamaranmu kuterima anak
muda. Itu cukup. Kau lebih hebat
dariku. Agar kau tahu saja,
membacanya saja pun, aku masih
tertatih.”
Mata sang muda ikut berkaca-
kaca.
****
dari byk sumber ^__^